Agendanegeri.com – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat mengalami penurunan tajam hingga 6,12% ke level 6.076,08 pada penutupan sesi pertama Selasa (18/3/2025). Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) langsung menghentikan sementara perdagangan atau melakukan trading halt. Meski sudah mengalami rebound, IHSG pada penutupan Jumat (21/3/2025) tetap berada di zona merah, turun 1,94% ke level 6.258,18.
Sejak awal tahun, IHSG telah terkoreksi hingga 11,61%, menjadi salah satu penurunan terparah di antara bursa saham negara-negara Asia. Investor asing mencatat penjualan bersih (net foreign sell) lebih dari Rp 30 triliun.
Sejumlah ekonom mengungkap sederet faktor yang berperan dalam kejatuhan IHSG. Berikut penjelasan lengkap yang dirangkum dari Katadata Podcast dan berbagai sumber:
1. Penurunan Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Laporan interim dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada Maret 2025 memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,2% menjadi 4,9%. Hal ini menjadi salah satu penyebab utama kejatuhan IHSG, menurut Josua Pardede, Kepala Ekonom Permata Bank.
Ekonom Masyita Crystallin menambahkan bahwa setiap revisi estimasi pertumbuhan ekonomi akan berdampak langsung ke pasar saham karena sifatnya jangka panjang. Selain itu, defisit anggaran negara selama dua bulan berturut-turut pada awal 2025 turut memperburuk sentimen.
2. Perang Dagang dan Risiko Resesi Global
Gundy Cahyadi, Ekonom Katadata Insight Center, menyoroti eskalasi perang dagang jilid II yang dipicu Presiden AS Donald Trump. Hal ini menimbulkan ketidakpastian global yang memperberat tekanan di pasar negara berkembang.
Pernyataan Trump mengenai risiko resesi AS, serta kebijakan The Fed yang mempertahankan suku bunga tinggi di kisaran 4,25%-4,5%, turut menekan IHSG.
3. Penurunan Harga Komoditas Strategis
Harga batu bara, sebagai komoditas ekspor unggulan Indonesia, mengalami penurunan drastis hingga menyentuh level terendah sejak 2021. Hal ini turut menyeret saham-saham energi berkapitalisasi besar.
Pada Kamis (20/3/2025), harga batu bara tercatat di angka US$101,1/ton dan turun 1,27%. Sejak awal tahun, penurunannya mencapai 22%.
4. Ketidakpastian dan Komunikasi Kebijakan yang Lemah
Beberapa kebijakan ekonomi yang di-sounding pemerintah, namun kemudian ditunda atau dibatalkan, menimbulkan ketidakpastian. Investor asing merespons hal ini dengan aksi jual besar-besaran.
Masyita juga menyoroti lemahnya komunikasi publik mengenai kebijakan ekonomi, seperti pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, yang dinilai menjadi sentimen negatif baru di pasar.
5. Isu Mundurnya Sri Mulyani
Isu reshuffle kabinet yang menyeret nama Menteri Keuangan Sri Mulyani turut mengguncang pasar. Sri dianggap sebagai figur utama di balik kredibilitas kebijakan fiskal Indonesia. Ketidakpastian atas posisinya turut mengubah persepsi investor global.
Namun, dalam konferensi pers pada Selasa (18/3/2025), Sri Mulyani menegaskan dirinya tetap menjabat dan terus mengelola keuangan negara bersama tim Kementerian Keuangan.
“Saya tegaskan, saya ada di sini, berdiri, dan tidak mundur,” ujar Sri Mulyani.
Kesimpulan
Penurunan IHSG hingga 6% merupakan hasil kombinasi dari faktor domestik dan global, mulai dari pertumbuhan ekonomi yang melambat, kebijakan yang tidak konsisten, penurunan harga komoditas, hingga isu politik dan risiko global. Para ekonom mengimbau investor agar tetap tenang dan fokus pada kebijakan jangka panjang yang mendukung pemulihan ekonomi.